
Oleh : Agastya Harjunadhi, M.Pd
Dalam artikel sebelumnya, dijelaskan bahwa ciri-ciri orang yang mendapat laylatul qadr, yang pertama adalah ia konsisten bersemangat ibadah mengisi hari-hari dan menghidupkan malam-malam ramadhan tersisa. Ia tamak dengan amal shalih, untuk menggapai rahmat, maghfirah dan ridha Allah SWT.
Ciri kedua adalah orang ini bergegas memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. Kemudian bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Memohon ampunan atas dosa juga diteladankan oleh rasulullah saw sebagai doa pamungkas ketika menjumpai malam laylatul qadar. Doa tersebut adalah Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fuanna. (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, cinta untuk memaafkan, maka maafkanlah aku/kami)
Ciri ketiga adalah orang ini konsisten dalam amal shalih meski ramadhan telah usai. Amalan-amalan yang telah ia hidupkan sejak ramadhan, seperti gemar bersedekah, shalat wajib tepat waktu, menghidupkan malam dengan tahajjud, berakhlak mulia, membina ukhuwah islamiyah dll, akan ia jaga sekuat tenaga di 11 bulan kedepan. Ia juga tak ingin terjebak pada perbuatan yang sia-sia, karena baginya waktu adalah aset yang tak ternilai sehingga harus dipergunakan untuk kegiatan yang penuh manfaat.
Jika yang sia-sia saja ia jauhi, maka perbuatan tercela, buruk, maksiat, juga pasti ditinggalkannya. Ia tidak akan lupa akan tujuan penciptaan dirinya yakni untuk beribadah kepada Allah (QS. Ad Dzariat: 56). Melalui ibadah-lah cara hamba merawat dan meningkatkan iman-taqwa. Termasuk puasa, yang memiliki tujuan la’allakum tattaqun (QS. Al Baqarah: 183).
Kenapa taqwa?
Allah berfirman dalam Qs. Al Maidah: 2, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa” . Ulama menyimpulkan secara sederhana penjelasan dari ayat ini, yaitu bahwa syarat diterimanya amal ibadah seseorang adalah taqwa.
Maka, jika dilihat lebih mendalam, sesungguhnya ini adalah satu kesatuan. Yaitu ketika amal kita diterima oleh Allah, kita akan mendapatkan buah dari puasa ramadhan (taqwa), dan sebagai hadiahnya mendapatkan malam laylatul qadr.
Hal ini logis karena orang-orang yang bertaqwa, mereka tak akan mau menyia-nyiakan kesempatan laylatul qadr, dengan cara memburunya sekuat tenaga, menghidupkan malam, mengencangkan sarung di seluruh malam sebagaimana rasulullah teladankan.
Kemudian mereka pun tak akan merelakan kenikmatan ibadah ramadhan hilang begitu saja di bulan Syawal, dan bulan-bulan berikutnya. Ia akan sekuat tenaga menjaga ruh dan spirit ramadhan, di luar bulan ramadhan.
Dari sisi Allah, Allah juga akan memberikan hidayah dan taufiq dalam kehidupan hamba ini. Allah jadikan hamba ini suka berinfaq dengan takwa, membenarkan adanya pahala terbaik(surga), dan dimudahkan beramal sholeh (QS: Al Lail, ayat 5-7). Kepada hambaNya ini, Allah akan menjaganya, memudahkan segala urusannya, mudah dalam amal shingga akhir hayatnya.
Yuk, mari kita bermuhasabah, kembali memaknai detik-detik akhir ramadhan. Anggap saja laylatul sudah lewat, adakah masih semangat kita mengisi hari-hari akhir tersisa dalam ramadhan ini? Adakah kesedihan kita akan ditinggalkan oleh ramadhan?
Atau, bisa jadi laylatul qadr belum terjadi. Mungkin malam ini atau besok. Maka, apa alasan kita untuk tidak menguatkan ibadah, menghidupkan malam?
Analoginya, jika kita diberikan kesempatan lembur 1 malam oleh bos kita dalam pekerjaan, dengan imbalan gaji penuh selama 1000 bulan (83 tahun) tanpa putus, masuk akal kah jika kita kemudian memilih untuk tidur (menolak) saja ??
Semoga Allah mudahkan kita untuk memperbaiki kualitas puasa, dan menghidupkan malam-malam tersisa ramadhan kali ini. Boleh jadi, ini adalah ramadhan terakhir kita. Masih ada waktu untuk wujudkan menjadi ramadhan terbaik kita. Dengan imaanan wahtisaaban, agar mendapatkan ampunan dariNya.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)
Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi atau celaka. Yaitu orang yang mendapati ramadhan, kata rasulullah, namun dibiarkannya (ramadhan) berlalu sedangkan dosanya belum diampuni oleh Allah. Naudzubillah.
Wallahu a’lam.