Ciri Orang Yang Mendapatkan Lailatul Qadar (Bag. 1)

Oleh : Agastya Harjunadhi (Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Humas PCIM Malaysia 2019-2021)

Banyak orang begitu yakin bahwa lailatul qadar, berada pada malam 27. Sebagian ulama juga telah meyakininya, bahkan sahabat seperti Ubay bin Ka’ab, Ibn Abbas, bahkan Umar Ibn Khattab juga berpendapat yang demikian. Tidak ada yang keliru memang kita habis-habisan ibadah di malam-malam ganjil, khususnya malam 27.

Namun, apa yang terjadi setelah malam 27 tersebut?

Sebagaimana pengalaman secara umum, di banyak tempat, ketika kita telah berada di malam 28, 29, 30, ternyata tak sesemangat di malam 27. Tren kuantitas bahkan kualitas ibadah cenderung menurun.

Lalu pertanyaannya adalah, siapakah orang yang benar-benar mendapatkan laylatul qadr? Jangan sampai kita ke-PeDe-an setelah gas-pol di malam-malam ganjil saja, lalu kemudian menyangka mendapatkan malam laylatul qadr.

Kita tengok Imam Ad Dhahaq, ketika beliau ditanya oleh orang-orang yang sedang berhalangan (haid, nifas, dll) atau tidak maksimal dalam ibadahnya. Apakah bisa mendapatkan malam laylatul qadr?

Kata beliau menjawab, “setiap orang yang amalannya diterima oleh Allah, maka ia mendapatkan bagiannya dari Laylatul Qadr”.

Maka isu utama yang seharusnya kita perhatikan adalah bukan sekedar beramal, tapi kepada: “apakah amalan ini diterima atau tidak oleh Allah?” Hal ini sebagaimana nasihat dari Ali bin Abu Thalib, yaitu “hendaknya fokus kalian terhadap diterimanya amal kalian, itu lebih besar dari pada fokus kalian terhadap amal itu sendiri”.

Senada dengan itu, para ulama menegaskan yang terpenting adalah amalan yang diterima.

Maka, profile orang yang mendapatkan malam laylatul qadr, kata imam Ad Dhahaq, adalah: Pertama, orang yang amalannya diterima oleh Allah, dengan ciri-ciri ia tetap bahkan semakin bersemangat ibadahnya meski telah melewati malam 27. Ia tetap gas-pol di malam-malam berikutnya.

Kata Hasan Al Basri “Sesungguhnya diantara balasan sebuah kebaikan adalah kebaikan berikutnya. Dan diantara cara Allah menghukum hambaNya ketika melakukan dosa adalah dimudahkan untuk mengerjakan dosa berikutnya”.

Maka, dari sini kita bisa lihat bahwa, salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada seorang hamba, sebagai tanda diterimanya amalan adalah memudahkannya untuk berbuat kebaikan/amal-amal shalih berikutnya.

Jika demikian, maka dalam konteks ramadhan, orang-orang yang mendapatkan laylatul qadr, tidak akan membiarkan malam-malam berikutnya setelah malam 27, kendor dalam ibadah. Bahkan orang-orang ini boleh jadi diyakini telah menghidupkan seluruh malam-malam baik genap maupun ganjil selama ramadhan. Sebab ketamakannya akan rahmat dan maghfirah dari Allah.

Bersambung..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s