
Dr. Muhammad Arifin Ismail
“Siapa yang berpuasa ramadhan dengan iman dan melakukan muhasabah diri (ihtisaban) maka Allah akan memberi ampunan atas dosa-dosanya“
(Mutafaqun alaihi)
I’tikaf adalah “duduk dan berada dimasjid”. I’tikaf ini merupakan salah satu ibadah dengan cara duduk dan berada di masjid, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Taala.
Pada sepuluh hari di akhir bulan ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk melakukan i’tikaf di masjid, mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang disampaikan oleh sahabat Ibnu Umar, Anas dan Aisyah menceritakan bahwa : “Sesungguhnya Nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan.Baginda melakukan demikian sejak baginda datang ke Madinah sampai beliau meningal dunia“ ( hadis sahid riwayat Bukhari dan Muslim ).
Dalam amalan I’tikaf tersebut, kita melakukan zikir, istighfar, shalat sunat, membaca al Quran dan lain sebagainya.
Tujuan I’tikaf di akhir ramadhan sebenarnya adalah untuk melakukan muhasabah diri setelah kita mengaji bertadarus quran selama ramadhan.
Seakan-akan dengan I’tikaf , setelah tadarus, kita disuruh untuk melihat apakah kita selama setahun ini telah melaksanakan petunjuk al Quran dan mencegah diri dari perkara yang dilarang al Quran?
Dalam I’tikaf kita ber[ikir manakah yang lebih banyak dalam hidup saya selama selama ini, apakah perbuatan dayacselama ini perbustan yang baik , sholeh dan positif dsn bermanfast atau selams ini pemikiran saya masih bertentangan dengan nilai dan cara pandang (worldview) islam, dengan keimanan dan prinsip akidah serta petunjuk al Quran?
Apakah selama ini perkataan saya sudah sesuai dengan akhlak yang dianjurkan oleh alQuran..?
Apakah selama ini semua tindakan dan perbuatan saya sudah sesuai dengan alQuran dan mengikuti akhlak Radulullah atau perbuatan saya telah keluar dari nilai skhlak mulia yang diajarkan agama.
Sudahkah selama ini dia dapat mengendalikan hawa nafsunya dalam ucapan dan tindakan, ataukah selama ni diri saya telah dikuasai oleh hawa nafsu baik dalam pemikiran, perasaan,perkataan dan perbuatan sehari-hari..?
Manusia perlu meningkatkan diri dan kualitas penghambaan dirinya pada setiap tahun. Proses peningkatan diri itu dilakukan di bulan ramadhan dengan mengkaji ulang petunjuk Allah yang dilakukan melalui tadarus, kemudian melakukan intropeksi, muhasabah dan evaluasi atas kehidupan yang selama ini kita lakukan.
inilah sebenarnya yang dimaksudkan dengan itikaf akhir ramadhan yaitu agar kita daoat muhadabah sepuluh hari akhir ramadhan.
Setelah muhasabah dilakukan ternyata kita memikiki banyak kekurangan, maka muhasabah diri tersebut dilengkapi dengan taubat, istighfar, shalat tahajud, zikir dan munajat sepanjang masa itikaf di akhir ramadhan.
Proses muhasabah hidup dengan bertanya kepada diri sendiri atas apa yang dilakukan dalam setahun inilah yang sepatutnya dilakukan dalam beri’tikaf di masjid di akhir sepuluh ramadhan, baru kemudian dilrngkapi dengan amal ibadah yang lain.
Muhasabah ini diharapkan dapat memberikan kesadaran atas perbuatan yang salah, sehingga kita dapat dengan segera meminta ampun, beristighfar kepada Allah atas perbuatan tersebut, dan berjanji untuk segera memperbaiki diri di tahun depan, sehingga hidup setelah ramadhan akan lebih baik daripada sebelum ramadhan.
Dengan muhasabah, hidup manusia akan lebih baik, dari tahun ke tahun, sebelum kita nanti di muhasabah oleh Allah di hari akhirat kelak. Khalifah Umar bin Khattab ra. Berkata,” Hasibu Anfusakum qablan tuhasabu” ( hitunglah dirimu sendiri sebelum datang hari perhitungan kepadamu).
Dalam ber’tikaf di akhir ramadhan tersebut, diharapkan seorang muslim harus selalu mengadakan muhasabah dalam setiap langkah dan tindakannya baik yang berhubungan dengan kegiatan ibadah, rumah tangga, sosial, ekonomi dan seluruh kegiatan kehidupan.
Oleh sebab itu mengapa muhasabah total tersebut memerlukan waktu sepuluh hari, sehingga muhasabah dapat sempurna dan meliputi semua aspek kehidupan baik amal ibadah ritual, sikap dalam berkeluarga, hubungan sosial sesama manusia baik dalam pekerjaan, pergaulan, kedudukan, muhasabah harta kekayaan, muhasabah kewajiban dan sikap antara suami,anak dan istri, serta sanak keluarga, abang adik, muhasabah dalam bertetangga dan masyarakat, dan lain sebagainya, sebab segala yang kita dengar, pikirkan, ucapkan, tindakan semuanya akan disoal Allah nanti pada hari akhirat kelak.
(BERSAMBUNG)
Fa’tabiru Ya Ulil albab.
(M.Arifin Ismail/Buletin Jumat ISTA’ID Medan,22 Ramadhan 1441/15 Mei 2020)