Dr. Muhammad Arifin Ismail
Di bagian pertama, disebutkan bahwa I’tikaf adalah “duduk dan berada dimasjid”. I’tikaf ini merupakan salah satu ibadah dengan cara duduk dan berada di masjid, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Taala.
Dalam al Quran dinyatakan : “ Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan diminta pertanggung jawaban” (QS. Al Isra : 36).
Dalam ayat yang lain juga dinyatakan bahwa semua nikmat baik itu kesehatan, makanan, minuman, pakaian, anggota badan, kedudukan, pangkat, dan lain sebagainya semuanya akan ditanya pada hari akhirat kelak “ Kemudian pada hari itu kamu akan ditanya tentang segala nikmat yang telah kamu dapatkan” ( QS. At-Takatsur : 8 ).
Sebelum kita ditanya di hari akhirat, sebaiknya kita tanya diri kita dulu pada setiap tahun sehingga kita sadar dan mengetahui dimana kekurangan dan kesalahan kita.
Sebagai contoh untuk mempermudah proses muhasabah diri, disini kami sertakan beberapa pertanyaan yang dapat diajukan pada diri sendiri
Muhasabah Ibadah
1. Sudahkah engkau melaksanakan sholat pada waktunya?
2. Apakah sholat tersebut dilaksanakan dengan berjamaah?
3. Sudahkah sholat tersebut dilaksanakan dengan khusyu’dan thu’maninah.
4. Sudahkah engkau melaksanakan puasa di bulan Ramadhan? Bagaimanakah kualitas puasa ramadhan yang engkau lakukan,kualitad taraweh,tadarus, dan amakan ramadhan yang lain?
5. Apakah engkau mengikuti telah sunnah rasulullah puasa Senin dan Kamis dan puasa sunat pada hari 13,14,15 dari setiap bulan hijriyah?
6. Apakah engkau sudah membayar zakat dari hartamu? Tahukah kamu itu merupakan hak para mustahiq zakat yang harus engkau pertanggungjawabkan di hari kiamat nanti?
Sudahkan hartamu engkau salurkan untuk membantu dakwah islam dalam keilmuwan, pemikiran, dan pelayanan umat fakir miskin dan untuk keperluan membela agama Allah?
7. Sudahkah engkau melaksanakan haji padahal hartamu sudah mencukupi untuk melaksanakannya? Apakah hajimu benar-benar karena Allah dan niat yang suci?
Muhasabah Sosial
1. Sudahkah engkau berbuat baik pada kedua orangtuamu? Ingatkah engkau akan firman Allah “ Berbuat baiklah kamu pada kedua orangtuamu “( QS. Al Isra : 23)
2. Sudahkah engkau berbuat baik pada tetangga dan masyarakat di sekitarmu? Ingatkah engkau bahwa Rasulullah telah bersabda, “ Barangsiapa yang menyakiti tetangganya berarti telah menyakitiku”. ( riwayat Ibnu Hibban )
3. Sudahkah hatimu bersih dari sombong, riya, takabbur, iri dan dengki ? Bukankah Rasulullah telah bersabda,” Tidaklah masuk ke dalam surga seseorang yang dalam hatinya masih ada rasa sombong walaupun sebesar biji sawi”( riwayat Ahmad )
4. Sudahkah lidahmu bersih dari ucapan kotor, dusta, khianat, ghibah, fitnah,bertengkar dan ucapan yang sia-sia?.Padahal Allah telah berfirman : “ Dan janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain, ” (QS. Al Hujurat : 12) dan “ Murka Allah atas mereka yang berdusta, “ ( Ali Imran : 61) . Rasulullah bersabda : Tidak lurus iman seseorang sebelum lurus hatinya dan tidsk lurus hatinya sebelum lurus lidahnya ( hadis riwayat Ahmad)
5 Sudahkan hidup kita terhindar dari sikap sia-sia tidak berguna dalam ucapan dan tindakan.
“Sifat orang beriman adalah menghindar dari sikap “lagha” yaitu ucapan,pebuatan yang sia-sia ( QS.Al Mukminun : 3)
6.Sudahkan hidup saya, kedudukan,pangkat,ilmu,harta saya selama ini telah bermanfaat bagi orang yang lain, bermanfaat bagi masyarakat, bermanfaat bagi agama, sebab Allah akan menguji apalah hidup dan perbuatan kita termasuk hidup yang terbaik (QS. Al-Mulk: 2) dan Rasulullah jugs telah bersabda bahwa : Sebaik2 manusia adalah yang bermanfaat bagi manudia yang lain.
Muhasabah ekonomi
1. Sudahkah pekerjaan dan harta penghasilanmu bersih dari riba dan hal-hal yang diharamkan Allah? Ingatkah kamu akan peringatan Allah, “ Hai Orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan riba, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Mka jika kamu tidak meninggalkan riba tersebut ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu (QS Al Baqarah : 278-279). Rasulullah juga telah bersabda, “ Barangsiapa yang dalam dagingnya terdapat yang haram maka api nerakalah yang lebih baik baginya.”(hadis riwayat Tirmidzi )
2. Apakah harta penghasilanmu telah engkau pergunakan sesuai dengan perintah Allah? Sudahkah engkau menolong orang yang susah, fakir dan miskin, dari keluargamu, kawan-kawanmu, dan saudaramu yang lain ?
3. Apakah kau pergunakan harta penghasilanmu secara boros ?, mubazir, foya-foya dan berlebih-lebihan? Tidakkah engkau ingat akan firman Allah, “ sesungguhnya orang yang memboroskan harta itu adalah saudara-sauara syetan “, ( QS. Al Isra : 27)
Rasulullah, juga bersabda ” Tidak akan tergeraklah kedua kaki anak Adam di hari kiamat nanti sehingga ia akan ditanya empat perkara, untuk apakah umurmu dipergunakan…?
Apakah yang dilakukannya dengan anggota badannya….? Apakah amal perbuatannya selama hidupnya…?
Dan darimanakah harta penghasilan hidupnya dan dipergunakan untuk apa sajakah harta kekayaan tersebut dikeluarkan? ( riwayat Ahmad )
Setelah semua pertanyaan itu kita jawab, maka segeralah kita melihat ternyata sekian banyak dosa dan kesalahan serta kelalaian kita dalam setahun yang lalu, dan segera kita beristighfar , meminta ampunan atas kesalahan , dosa, dan kelalaian tersebut, sehingga kita terlepas dari azab dan siksa api neraka.
Dalam hadis disebutkan bahwa sepuluh terakhir ramadhan itu adalah merupakan hari-hari mendapat keselamatan dari siksa dari api neraka.
Dengan muhasabah kita menyadari seluruh dosa dan kesalahan dan segera kita meminta ampun dalam itikaf di akhir ramadhan sehingga kita terhindar dari api neraka.
Seharusnya I’tikaf dan muhasabah ini kita lakukan di masjid, tetapi pada saat ini sedang terjadi wabah virus corona, maka amalan I’tikaf tersebut tidak dapat kita lakukan, hanya saja proses muhasabah diri tetap dapat dilakukan walaupun kita berada di rumah.
Dengan muhasabah diri yang kita lakukan maka kita telah mendapat tujuan I’tikaf sebagai pendekatan (taqarrub ) kepada Allah Taala.
Sedangkan pahala I’tikaf juga kita bisa dapatkan walaupun kita di rumah, sebab dalam sebuah hadis dinyatakan: “ Jika seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim atau ketika sehat “ ( hadis riwayat Bukhari).
Ulama , Ibnu Hajar Asqalani menjelaskan bahwa : Hadis ini berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya, padahal dia sudah berniat bahwa kalau tidak ada yang menghalangi, maka amalan itu akan dilakukannya sebagaimana kebiasaannya secara rutin “ ( Fathul bari, jilid 5, hal, 136 ).
Jadi walaupun kita berada di rumah, tidak dapat ke masjid, sedangkan kita sudah berniat akan melakukan I’tikaf di masjid, hanya saja disebabkan adanya wabah corona, kita tidak mampu melakukannya di masjid, maka kita telah mendapat pahala I’tikaf walaupun kita berada di rumah. Tujuan I’tikaf adalah mendekatkan diri kepada Allah, maka untuk itu kita lakukan proses muhasabah diri selama sepuluh ramadhan tersebut sehingga tujuan I’tikaf dapat tercapai.