Oleh: Sonny Zulhuda
Catatan ringkas di bawah ini adalah oleh-oleh dari SEMINAR BUYA HAMKA yang udiadakan oleh IRF Malaysia dan Majalah Suara Muhammadiyah di kampus IIUM Gombak pada 13/4/2019.
Diawali oleh Pembicara PERTAMA Ketua PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr Yunahar Ilyas, beliau mengelaborasi sisi intelektual dan karya-karya Buya Hamka baik dari karya sastera, jurnalistik keagamaan hingga karya agungnya Tafsir Al-Azhar.
“Buya Hamka itu pintar, jenius dan dapat menghapal berbagai kejadian dengan penanggalannya.” Demikian tutur Buya Yunahar. “Buya memiliki jiwa seni, senang dengan tasawuf dan filsafat. Namun tasawufnya lebih menitikkan ke aspek akhlak – Tahalli dan tajalli.”
Prof Yunahar menuturkan, bahwa memahami karya Buya Hamka mesti mengerti silsilah keilmuan beliau yang mencakup sosok ulama besar Syeikh Ahmad Khatib alminangkabawi. Beliau adalah guru dari ayah Hamka, yaitu Buya Abdul Karim Amrullah. Murid2 sheik Ahmad Khatib termasuk Seikh Ibrahim Musa Parabek (Kaum Muda) dan Sheikh Arrasuli (Kaum Tua). Keduanya mewakili dua kubu mainstream ulama di Minangkabau saat itu. Salahsatu legacy keduanya adalah kesepakatan tentang kompromi amalan di Minangkabau yang mempertahankan Tahlilan dan Qunut Subuh.
Hamka bisa diterima baik oleh Kaum Tua maupun Kaum Muda. Inilah keistimewaan beliau sebagai Ketua MUI. Aktif di Muhammadiyah, namun tidak mau menjadi Ketua Umum walaupun pernah dipilih dengan suara terbanyak. Buya A.R. Fakhruddin lah yang saat itu dipilih menjadi ketua umum Muhammadiyah. Buya Hamka menjadi salahsatu Ketua sampai thn 1971 lalu menjadi Penasihat PP Muhammadiyah.
Karya terbesar Buya Hamka adalah Tafsir Al-azhar. Metodenya tahlili cum Mawdhu’i. Metode ini diikuti oleh tafsir Kemenag, Prof Dr Quraisy Shihab dan juga tafsir Muhammadiyah Al-tanwir. Tafsir Al-Azhar adalah gabungan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi. Yg pertama untuk masalah keagamaan dan yg kedua utk masalah sosial dan kehidupan. Coraknya tafsir adabi (kesusasteraan) dan ijtima’i (sosiologis) dengan pengaruh tafsir Al-manar. Sebuah tafsir yg ditulis di tengah lapangan, sangat hidup di tengah2 masyarakat. Tidak seperti karya perpustakaan.
Buya Hamka lebih dikenal sebagai tokoh ulama, sastrawan dan sejarawan. Beliau pernah juga pernah masuk ke politik dalam Masyumi, namun ini tidak terlalu berhasil.
Acara yang dipandu oleh dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta Sdr Rifma Ghulam Dzaljad ini berlangsung menarik.
Pembicara KEDUA Prof Dr Ahmad Farouk Musa dari IRF Malaysia yang mengulas isi buku Buya Hamka yang mengomentari pernyataan seorang ulama dsri Johor, Malaysia. buku itu terbit di Singapura pada tahun 50-an dan ditulis dengan tulisan jawi (tulisan Arab berbahasa Melayu). Dari pemaparannya kita tahu benar bahwa Buya Hamka memiliki pengaruh dan peranan kuat dalam dunia dakwah dan kajian keagaaman di rantau Asia Tenggara ini.
Pembicara KETIGA, mantan ketua PP Muhammadiyah tahun 2000-2005 Prof Dr Amin Abdullah yang juga pernah menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menyoroti karakteristik Buya Hamka dalam karya-karyanya yaitu TASAMUH dikarenakan kaya pembacaan (katsrotul qiro’ah wal ittila’) dan ILMU serta HIKMAH yang luas dan dalam (karena pembacaan dan pengalaman perjalanan)
Menurut Prof Amin Abdullah, tema-tema penting Buya Hamka adalah terkait wacana wahyu dan akal (Reason & Revelation), Tasawuf & Filsafat, serta Fiqih.
Pembicara KEEMPAT (Terakhir) adalah tamu istimewa hari itu yaitu Buya Afif Hamka yang adalah putra Buya Hamka sendiri.
Menurut Buya Afif, kita perlu mempelajari kecerdasan sosial Buya Hamka sebagai seorang Dai yang berperan mengajak ummat. Contoh yang diberikan adalah dalam mengajak jamah Masjid Agung Kebayoran saat itu yg notabene mayoritas Betawi dan mengamalkan pemahaman ritual tradisional, seperti saat mengenalkan solat tarawih 11 rakaat.
Buya Hamka juga humoris. Pernah Afif muda mau keluar sama teman-temannya untuk makan rajungan/ketam. Ketika ditanya dulu apakah ketam itu halal? Buya Hamka menjawab tangkas “Haram kalau saya tidak dibawakan!”
Ceritera yang mengharukan, Buya Hamka tokoh pemaaf. Dari kisah bersahabatnya Buya Hamka dan Bung Karno. Bung Karno menyempatkan datang ke Tanah Abang untuk mengantar Hamka ke airport pulang ke Padang sebelum kemerdekaan. Walau sudah pernah dipenjarakan, Hamka tetap mau memaafkannya dan mau mengimamkan jenazahnya karena masih menganggap beliau seorang sahabat.
Buya Hamka pernah menjanjikan Afif muda untuk ke Mekkah sebagai hadiah pernikahan. Namun tidak terlaksana karena Buya Hamka jatuh sakit menjelang wafatnya. Hamka agak menyesal, namun beliau mendoakan agar Afif lebih sering ke Mekkah dibanding Hamka sendiri. Dan betul adanya: Buya Afif kini sudah puluhan kali ke untuk Umroh/Haji karena dilibatkan melalui agensi travel umroh.
Masih menurut Buya Afif, salahsatu buku yg hebat menurutnya adalah GHIRAH. Buku itu berhasil memengaruhi banyak pembacanya tentang bagaimana mengartikan taqwa sebagai “menjaga dan merawat hubungan dengan Allah”. Dari buku itu, petikan kata-kata Buya Hamka yang cukup monumental: “Jika diam saat agamamu dihina, maka gantilah bajumu dengan kain kafan!” itulah GHIRAH!
Buya Afif juga sempat berbagi tentang beberapa kisah menarik, misalnya tentang mesin tik Buya Hamka yang berbunyi sendiri di malam hari ketika Buya sedang tidak ada di rumah. Lalu ada juga ceritera tentang terlihatnya sosok misterius yang duduk menemani Buya Hamka di dalam mobil. Juga kisah Buya Hamka ketika diinterogasi polisi namun rupanya pengawal polisi ketakutan. Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka mengingatkan kita akan hal-hal ghaib itu melalui tafsir QS Fushilat: 30.
DEMIKIAN KISAHKU SEHARI BERSAMA ULAMA TERCINTA BUYA HAMKA!
Buya Hamka adalah pejuang nan mujaddid, murobbi nan muballigh. Ialah mufassir, muhajir, sastrawan dan juga wartawan. Ialah Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ialah HAMKA!