
Dr. Muhammad Arifin Ismail, Lc., MA., M.Phil
Tanggal 2 mei dianggap sebagai hari pendidikan, karena hari itu adalah hari kelahiran Ki Hajar Dewantara (lahir 2 mei 1889) yang mendirikan Sekolah Taman Siswa pada 3 juli 1922. Padahal pendidikan di Nusantara ini bermula dengan adanya pondok pesantren, malahan Ki Hajar Dewantara adalah alumni pondok pesantren di Kalasanan Prambanan dibawah asuhan kiyai Sulaiman Jamaludin.( Masterpiece Islam Nusantara: Sanad Dan Jejaring Ulama – Santri, Zainul Milad)
Pondok pesantren yang tertua di Nusantara adalah Zawiyah Cot Kala Langsa yang didirikan pada zaman Kesultanan Perlak abad ke 11 Masehi. Zawiyah (Pondok pesantren) Cot Kala ini dibangun oleh Shaykh Abdullah Kancan dengan bantuan sultan Kerajaan Islam Peurlak yang keenam yang bernama Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat, pada awal abad ke-11 Masihi (abad kelima H).
Zawiyah Cot Kala, telah melahirkan banyak mubaligh untuk dikirim sebagai duta Islam untuk berdakwah kepada masyarakat Melayu sekitarnya dan di seluruh Nusantara yang masih belum menerima Islam.
Antara contoh yang dapat dilihat Maulana Ishak, Maulana Nur al-Din (Fatahillah) dan Sunan Bonang yang menyebarkan Islam ke Jawa, Maulana Abu Bakar ke Melaka. Selain itu, para mubaligh ini telah membina zawiyah-zawiyah lain di sekitarnya yang berperanan sama seperti zawiyah Cot Kala.
Antara contoh yang dapat dilihat ialah Shaykh Jakub ke Kerajaan Pasai. Dia telah mendirikan Zawiyah Blang Peria pada era pemerintahan Sultan Nurdin Sultan al-Kamil (550-607 H/ 1155-1210 Masihi).
Teungku Ampon Tuan pula merupakan utusan dari Zawiyah Cot Kala ke Kerajaan Teumiang. Dia membina Zawiyah Batu Karang di Teumiang. Dia menjadi Qadi al-Malik al-Adil kepada Sultan Mudia Sedia yang memerintah pada tahun 753H/1353 Masihi hingga 800H/1398 Masihi.(wikipedia).
Pendidikan di Zawiyah CotKala selain ilmu agama juga mempelarajari ilmu akademik, seperti pertanian dan lain sebagainya, sehingga Zawiyah Cot Kala bulan hanya terkenal dengan ulama juga dengan pertanian lada.
Bulan hanya pondok yang diserbut dengan zawiyah, di Aceh pads tahun 1292 telah berdiri universitas Jamiah Baiturrahman yang berada di dalam komplek Masjid Baiturrahman Banda Aceh, yang didirikan oleh Sultan Alaiddin Mahmudsyah I ( Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, A.Hasymi).
Masjid Baiturahman selain sebagai pusat Ibadah juga menjadi pusat ilmu dengan adanya Jamiah Baiturahman, memiliki 17 Fakultas yang disebut dengan, “Daar,” yang terdiri dari “Daar Tafsir wal Hadis, Kedokteran, Kimia, Tarikh (sejarah), Hisab (matematika), Siyasah (politik), Aqli (ilmu logika), Zira’ah (pertanian), Ahkam (hukum), Falsafah (filsafat), Kalam (Theologi), Wizarah (ilmu pemerintahan), Khazanah Baitul Maal ( ekonomi/keuangan), Ardhi (Pertanian), Nahwu ( Bahasa), Mazahib (perbandingan mazhab fikih), dan Darul Harb (fakultas pertahanan negara).
Setelah penjajah Belanda datang ke Aceh, penjajah melihat bahwa kekuatan umat terletak pada penyatuan agama Dan ilmu pada instutusi masjid, maka untuk melemahkan umat maka masjid perlu dipisahkan Dari ilmu, oleh sebab itu penjajah Belanda membakar masjid Baiturahman yang berfungsi sebagai pusat ilmu dan membangun kembali masjid Baiturahman yang memiliki arsitektur yang indah tetapi hanya untuk Ibadah bulan lagi sebagai pusat ilmu agama dan sain, sehingga akibatnya seluruh masjid di Nusantara menjadi kan masjid pusat Ibadah tanpa ilmu yang menyatu antara agama dan sains, antara fardhu ain dan fardhu kifayah.
Sebagaimana Jamiah Al Azhar yang memiliki madrasah Al Azhar dari ibtidaiyah ( tingkat dasar) dan Tsanawiyah (tingkat menengah) maka Jami’ah Baiturahman juga memiliki pendidikan dasar diserbut dengan “rangkang”, pendidikan menengah diserbut dengan “dayah” (menengah pertama) dan pendidikan menengah atas yang diserbut dengan dayah tengku chik.
Tanggal berapakah sebenarnya Hari Pendidikan tersebut? Mungkin Hari Pendidikan Sekular (pemisahan pelajaran agama dari pelajaran umum ) benar pada 2 Mei tetapi pendidikan di Nusantara sebenarnya pendidikan holistik yang menyatu antara agama dan sain menyatu antara ilmu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah sebagaimana terlihat dalam kurikulum Zawiyah Cotkala dan Jamiah Baiturahman.
Mari kita jadikan masjid sebagai pusat agama dan ilmu sebagaimana kita jadikan sekolah tempat pendidikan sebenarnya dengan kurikulum yang mengandung fardhu ain dan fardhu kifayah (bukan hanya dengan integrasi tetapi islamisasi ilmu) sesuai dengan pandangan hidup islam sehingga membangun peradaban masa depan umat.