
Oleh: Mundzrin
“Kita ini di anomali media. Anomali media membuat persoalan jadi sulit. Kenapa? Sekarang ini tidak paham mana media dengan sumber yang benar dan mana yang tidak.” Kata Luthfi Subagio dalam diskusi “BERMEDSOS SECARA BIJAK DAN SMART” yang di gelar oleh Majelis Pustaka Informasi dan Humas (MPIH) PCIM Malaysia, Sabtu (20/3/2021) malam.
Di akhir acara peserta diberi kesempatan untuk bertanya dan berbagi pengalaman. Yang paling menarik pertanyaan diruang chat dari Imam Abdi dari Malang:
“Bagaimana peran MPI untuk menyikapi dan mencerahkan bagi mualaf medsos, yang paling berbahaya Ustadz Mubaligh kita juga muaalaf medsos, mudah termakan hoak, sampai dibawa ke mimbar dan fatwa.
MPI kayaknya bertanggung jawab dan berperan sinergi Majelis Tabligh, untuk mencerahkan mubaligh Muhammadiyah, matur suwun.”
Petanyaan Mas Imam ini sangat menarik sekali, dan memang betul adanya kalau kita cermati banyak ceramah uatadz di mimbar terbawa emosi medsos, bahkan menurut Pak Luthfi Subagio media cetak juga sumber beritanya ada yang dari netizen.
Dalam nada keprihatinan yang sama, direktur Suara Muhammadiyah Deni Asyari pernah juga mengungkapkan rasa prihatinnya dalam tulisan berjudul “Wajah Suram Etika Bermedsos.”
“Apakah kita ini masih di masa puberitas dalam menggunqkan medsos, wallahu’alam. Sebab kalau kita lihat survei yang di rilis microsof tentang Digital Civility (DCI), mengenai keadaban digital masyarakat dunia, hasil survei Indonesia sangat memilukan tentang etika dan keadaban bermedsos?” Demikian keprihatinan Deni.
Deni mengungkapkan bahwa dulu kita sering diajarkan untuk dipikir dulu baru berujar. Namun yang terjadi sekarang justru sebaliknya, yaitu berujar dulu, baru dipikirkan. Tapi ada yang lebih ironis lagi, yaitu “yang penting berujar dulu tanpa harus dipikir”. Sehingga dalam menggunakan media sosial, kita lebih muda untuk mensharing tanpa harus disaring.
“Semua orang dengan mudah berpendapat. Seolah-olah dia juga tahu segalanya dan bebas berkomentar apapun. Walaupun tidak semua orang punya ilmu pengetahuan seputar yang dikomentarinya. Namun di era digital ini, semua orang merasa paling tahu dan paling benar.”
Keprihatinan direktur Suara Muhammadiyah diatas ini memang benar adanya. Kita ambil contoh saja, baik Indonesia maupun Malaysia, fenomena ini mengemuka di tengah-tengah upaya kita memutus rantai Covid-19.
Terkait vaksinasi, jauh sebelum pemerintah dan PP Muhammadiyah meluruskan, telah beredar video atau berita jatuhnya korban vaksin tersebut. Sehingga bermacam-macam komentar dan pendapat kononnya vaksinasi akan di mulai dari bawah, rakyat kecil, kalau di Malaysia TKI akan divaksinasi dulu sebagai uji coba.
Nah.. kan, jangankan divaksinasi, sudah sebulan lebih berjalan proses vaksinasi di sini, TKI belum juga tahu bentuk vaksin tersebut. Pastinya, semua ini akan berjalan dengan proses san waktu.
Mudah-mudahan ini memang hanya periode mualaf kita. Mungkin pada saatnya nanti, kita akan semakin matang dan berkualitas dalam berinteraksi di dunia maya. Insya Allah.
Batu Kentomen, Kuala Lumpur
30/3/2021